BAB 1
PENDAHULUAN
A.
SEJARAH DPR
Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga
tinggi negara dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan
memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan
pengawa san. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan
umum, yang dipilih berdasarkan hasil Pemilihan Umum. Anggota DPR periode
2009–2014 berjumlah 560 orang. Masa jabatan anggota DPR adalah 5 tahun, dan
berakhir bersamaan pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Sejarah DPR RI dimulai sejak dibentuknya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) oleh Presiden pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian, Pasar Baru Jakarta yang kemudian dijadikan sebagai hari lahir DPR RI.
Pada awal kemerdekaan, lembaga-lembaga negara yang diamanatkan UUD
1945 belum dibentuk. Dengan demikian, Sesuai dengan pasal 4 aturan peralihan
dalam UUD 1945, dibentuklah Komite Nasional Pusat (KNIP). Komite ini merupakan
cikal bakal badan legislatif di Indonesia.
Anggota KNIP tersebut berjumlah 60 orang tetapi sumber yang lain
menyatakan terdapat 103 anggota KNIP. KNIP sebagai MPR sempat bersidang
sebanyak 6 kali, dalam melakukan kerja DPR dibentuk Badan Pekerja Komite
Nasional Pusat, Badan Pekerja tersebut berhasil menyetujui 133 RUU disamping
pengajuan mosi, resolusi, usul dan lain-lain.
Masa
Republik Indonesia Serikat (1949-1950)
Pada masa ini tidak diketuhi secara pasti bagaimana keberadaan DPR
karena sedang terjadi kekacauan politik, dimana fokus utama berada di
pemerintah federal RIS.
Masa
Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (1950-1956)
Pada tanggal 14 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS menyetujui
Rancangan UUDS NKRI (UU No. 7/1850, LN No. 56/1950). Pada tanggal 15 Agustus
1950, DPR dan Senat RIS mengadakan rapat dimana dibacakan piagam pernyataan
terbentuknya NKRI yang bertujuan: 1. Pembubaran secara resmi negara RIS yang
berbentuk federasi; 2. Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah Indonesia
dengan UUDS yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sesuai isi Pasal 77 UUDS, ditetapkan jumlah anggota DPRS adalah
236 orang, yaitu 148 anggota dari DPR-RIS, 29 anggota dari Senat RIS, 46
anggota dari Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, dan 13 anggota dari DPA RI
Yogyakarta.
Masa DPR
hasil pemilu 20 Maret 1956 (1956-1959)
DPR ini adalah hasil pemilu 1956 yang jumlah anggota yang dipilih
sebanyak 272 orang. Pemilu 1956 juga memilih 542 orang anggota konstituante.
Tugas dan wewenang DPR hasil pemilu 1955 sama dengan posisi DPRS
secara keseluruhan, karena landasan hukum yang berlaku adalah UUDS. Banyaknya
jumlah fraksi di DPR serta tidak adanya satu dua partai yang kuat, telah
memberi bayangan bahwa pemerintah merupakan hasil koalisi. Dalam masa ini
terdapat 3 kabinet yaitu kabinet Burhanuddin Harahap, kabinet Ali
Sastroamidjojo, dan kabinet Djuanda.
Masa DPR
Hasil Pemilu 1959 berdasarkan UUD 1945 (1959-1965)
Jumlah anggota sebanyak 262 orang kembali aktif setelah mengangkat
sumpah. Dalam DPR terdapat 19 fraksi, didominasi PNI, Masjumi, NU, dan PKI.
Dengan
Penpres No. 3 tahun 1960, Presiden membubarkan DPR karena DPR hanya menyetujui
36 milyar rupiah APBN dari 44 milyar yang diajukan. Sehubungan dengan hal
tersebut, presiden mengeluarkan Penpres No. 4 tahun 1960 yang mengatur Susunan
DPR-GR.
DPR-GR beranggotakan 283 orang yang semuanya diangkat oleh Presiden
dengan Keppres No. 156 tahun 1960. Adapun salah satu kewajiban pimpinan DPR-GR
adalah memberikan laporan kepada Presiden pada waktu-waktu tertentu, yang mana
menyimpang dari pasal 5, 20, 21 UUD 1945. Selama 1960-1965, DPR-GR menghasilkan
117 UU dan 26 usul pernyataan pendapat.
Masa DPR
Gotong Royong tanpa Partai Komunis Indonesia (1965-1966)
Setelah peristiwa G.30.S/PKI, DPR-GR membekukan sementara 62 orang
anggota DPR-GR eks PKI dan ormas-ormasnya. DPR-GR tanpa PKI dalam masa kerjanya
1 tahun, telah mengalami 4 kali perubahan komposisi pimpinan, yaitu: a. Periode
15 November 1965-26 Februari 1966. b. Periode 26 Februari 1966-2 Mei 1966. c.
Periode 2 Mei 1966-16 Mei 1966. d. Periode 17 Mei 1966-19 November 1966. Secara
hukum, kedudukan pimpinan DPR-GR masih berstatus sebagai pembantu Presiden
sepanjang Peraturan Presiden No. 32 tahun 1964 belum dicabut.
Dalam rangka menanggapi situasi masa transisi, DPR-GR memutuskan
untuk membentuk 2 buah panitia: a. Panitia politik, berfungsi mengikuti
perkembangan dalam berbagai masalah bidang politik. b. Panitia ekonomi,
keuangan dan pembangunan, bertugas memonitor situasi ekonomi dan keuangan serta
membuat konsepsi tentang pokok-pokok pemikiran ke arah pemecahannya.
Masa Orde
Baru (1966-1999)
Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang kemudian
dikukuhkan dalam UU No. 10/1966, maka DPR-GR Masa Orde Baru memulai kerjanya
dengan menyesuaikan diri dari Orde Lama ke Orde Baru. Kedudukan, tugas dan
wewenang DPR-GR 1966-1971 yang bertanggung jawab dan berwewenang untuk
menjalankan tugas-tugas utama sebagai berikut:
1)
Bersama-sama dengan pemerintah menetapkan APBN sesuai dengan pasal 23 ayat 1 UUD 1945 beserta penjelasannya.
2)
Bersama-sama dengan pemerintah membentuk UU sesuai dengan pasal 5 ayat 1, pasal
20, pasal 21 ayat 1 dan pasal 22 UUD 1945 beserta penjelasannya.
3)
Melakukan pengawasan atas tindakan-tindakan pemerintah sesuai dengan UUD 1945
dan penjelasannya, khususnya penjelasan bab 7.
Selama masa orde baru DPR dianggap sebagai Tukang Stempel kebijakan
pemerintah yang berkuasa karena DPR dikuasai oleh Golkar yang merupakan
pendukung pemerintah.
Masa
reformasi (1999-sekarang)
Banyaknya skandal korupsi dan kasus pelecehan seksual merupakan
bentuk nyata bahwa DPR tidak lebih baik dibandingkan dengan yang sebelumnya.
Mantan ketua MPR-RI 1999 s.d 2004, Amien Rais, bahkan mengatakan DPR yang
sekarang hanya merupakan stempel dari pemerintah karena tidak bisa melakukan
fungsi pengawasannya demi membela kepentingan rakyat. Hal itu tercermin dari
ketidakmampuan DPR dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang terbilang tidak
pro rakyat seperti kenaikan BBM, kasus lumpur Lapindo, dan banyak kasus lagi.
Selain itu, DPR masih menyisakan pekerjaan yakni belum terselesaikannya
pembahasan beberapa undang-undang. Buruknya kinerja DPR pada era reformasi
membuat rakyat sangat tidak puas terhadap para anggota legislatif.
Ketidakpuasan rakyat tersebut dapat dilihat dari banyaknya aksi demonstrasi
yang menentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak dikritisi oleh DPR.
Banyaknya judicial review yang diajukan oleh masyarakat dalam menuntut
keabsahan undang-undang yang dibuat oleh DPR saat ini juga mencerminkan bahwa
produk hukum yang dihasilkan mereka tidak memuaskan rakyat.
Dalam konsep Trias Politika, di mana DPR berperan sebagai lembaga
legislatif yang berfungsi untuk membuat undang-undang dan mengawasi jalannya
pelaksanaan undang-undang yang dilakukan oleh pemerintah sebagai lembaga
eksekutif. Fungsi pengawasan dapat dikatakan telah berjalan dengan baik apabila
DPR dapat melakukan tindakan kritis atas kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. Sementara itu, fungsi
legislasi dapat dikatakan berjalan dengan baik apabila produk hukum yang
dikeluarkan oleh DPR dapat memenuhi aspirasi dan kepentingan seluruh rakyat.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pendahuluan yang telah dikemukakan diatas maka dapat diambil
rumusan permasalahan sebagai berikut:
1)
Bagaimana profil lembaga Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia?
2)
Bagaimana Perbedaan Mengenai Tugas dan Wewenang DPR Sebelum dan Sesudah
Amandemen?
BAB II
PEMBAHASAN
A Profil
Lembaga DPR di Indonesia
Tugas dan wewenang DPR antara lain:
b)
Membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi
undang-undang
c)
Menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah
serta membahas membahas rancangan undang-undang tersebut bersama Presiden dan
DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden
d)
Membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan
mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan
Presiden
e)
Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang tentang APBN dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama
f)
Membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan memberikan
persetujuan atas rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh
Presiden
g)
Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan APBN
h)
Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD
terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan,
dan agama
i)
Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian
internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi
kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau
mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang
j)
Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi
k)
Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat duta besar dan
menerima penempatan duta besar negara lain
m)
Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan
negara yang disampaikan oleh BPK
n)
Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian
anggota KY
o)
Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk
ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden
p)
Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk
diresmikan dengan keputusan Presiden
q)
Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara yang menjadi
kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terhadap
perjanjian yang berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait
dengan beban keuangan negara
r)
Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat
perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain
s)
Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
t)
Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam undang-undang
DPR dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak meminta
pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk
memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan
bangsa dan negara. Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau
warga masyarakat wajib memenuhi permintaan DPR tersebut. Setiap pejabat negara,
pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat yang melanggar ketentuan
tersebut dikenakan panggilan paksa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam hal panggilan paksa tidak dipenuhi tanpa alasan yang
sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 ( lima belas) hari sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal pejabat yang disandera
habis masa jabatannya atau berhenti dari jabatannya, yang bersangkutan dilepas
dari penyanderaan demi hukum.
DPR mempunyai bebrapa hak, yaitu; hak interpelasi, hak angket, hak
imunitas, dan hak menyatakan pendapat.
Hak
interplasi
Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada
Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta
berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Hak
angket
Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap
pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan
dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
Hak
imunitas
Hak imunitas adalah kekebalan hukum dimana setiap anggota DPR
tidak dapat dituntut di hadapan dan diluar pengadilan karena pernyataan,
pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam
rapat-rapat DPR, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan
kode etik.
Hak
menyatakan pendapat
Hak
menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:
ü
Kebijakan
Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di
dunia internasional
ü
Tindak
lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket
ü
Dugaan
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,
maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Keanggotaan
DPR
Hak
anggota
Anggota
DPR mempunyai hak:
1)
mengajukan usul rancangan undang-undang
2)
mengajukan pertanyaan
3)
menyampaikan usul dan pendapat
4)
memilih dan dipilih
5)
membela diri
6)
imunitas
7)
protokoler
8)
keuangan dan administratif
Kewajiban
anggota
Anggota
DPR mempunyai kewajiban:
1)
memegang teguh dan mengamalkan Pancasila
2)
melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundangundangan
3)
mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
4)
mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan
golongan
5)
memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat
6)
menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara
7)
menaati tata tertib dan kode etik
8)
menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain
9)
menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara
berkala
10) menampung dan
menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat
11) memberikan
pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah
pemilihannya
Larangan
dalam Keanggotaan DPR
Anggota DPR tidak boleh merangkap jabatan sebagai pejabat negara
lainnya, hakim pada badan peradilan, pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri,
pegawai pada BUMN/BUMD atau badan lain yang anggarannya bersumber dari
APBN/APBD.
Anggota DPR juga tidak boleh melakukan pekerjaan sebagai pejabat
struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan,
advokat/pengacara, notaris, dokter praktek dan pekerjaan lain yang ada
hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR.
Penyidikan
terhadap Keanggotaan DPR
Jika anggota DPR diduga melakukan perbuatan pidana, pemanggilan,
permintaan keterangan, dan penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis
dari Presiden. Ketentuan ini tidak berlaku apabila anggota DPR melakukan tindak
pidana korupsi dan terorisme serta tertangkap tangan.
Fraksi
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR,
serta hak dan kewajiban anggota DPR, dibentuk fraksi sebagai wadah berhimpun
anggota DPR. Dalam mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR,
serta hak dan kewajiban anggota DPR, fraksi melakukan evaluasi terhadap kinerja
anggota fraksinya dan melaporkan kepada publik. Setiap anggota DPR harus
menjadi anggota salah satu fraksi. Fraksi dapat dibentuk oleh partai politik
yang memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan kursi DPR.
Fraksi mempunyai sekretariat. Sekretariat Jenderal DPR menyediakan sarana,
anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas fraksi.
Alat
Kelengkapan DPR
Alat kelengkapan DPR terdiri atas: Pimpinan, Badan Musyawarah,
Komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara,
Badan Kehormatan, Badan Kerjasama Antar-Parlemen, Badan Urusan Rumah Tangga,
Panitia Khusus dan alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh
rapat paripurna.
Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu oleh unit
pendukung yang tugasnya diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.
Pimpinan
Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang
wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi
terbanyak di DPR. Ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik
yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR. Wakil Ketua DPR ialah anggota
DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua,
ketiga, keempat, dan kelima. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai
politik yang memperoleh kursi terbanyak sama, ketua dan wakil ketua ditentukan
berdasarkan urutan hasil perolehan suara terbanyak dalam pemilihan umum. Dalam
hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh suara sama,
ketua dan wakil ketua ditentukan berdasarkan persebaran perolehan suara.
Dalam hal pimpinan DPR belum terbentuk, DPR dipimpin oleh pimpinan
sementara DPR. Pimpinan sementara DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 1
(satu) orang wakil ketua yang berasal dari 2 (dua) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di DPR. Dalam hal terdapat lebih
dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak sama, ketua dan
wakil ketua sementara DPR ditentukan secara musyawarah oleh wakil partai
politik bersangkutan yang ada di DPR. Ketua dan wakil ketua DPR diresmikan
dengan keputusan DPR. Pimpinan DPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan
sumpah/janji yang teksnya dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.
Tugas
Pimpinan
DPR bertugas:
1)
memimpin sidang DPR dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan
2)
menyusun rencana kerja pimpinan
3)
melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan agenda dan materi
kegiatan dari alat kelengkapan DPR
4)
menjadi juru bicara DPR
5)
melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPR
6)
mewakili DPR dalam berhubungan dengan lembaga negara lainnya
7)
mengadakan konsultasi dengan Presiden dan pimpinan lembaga negara lainnya
sesuai dengan keputusan DPR
8)
mewakili DPR di pengadilan
9)
melaksanakan keputusan DPR berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi
anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
10)
menyusun rencana anggaran DPR bersama Badan Urusan Rumah Tangga yang
pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna
11)
menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPR yang khusus diadakan
untuk itu
Pimpinan DPR berhenti dari jabatannya karena:
1)
meninggal dunia
2)
mengundurkan diri
3)
diberhentikan
4)
Pimpinan DPR diberhentikan apabila :
5)
tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap
sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa
pun
6)
melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan keputusan rapat
paripurna setelah dilakukan pemeriksaan oleh Badan Kehormatan DPR
7)
dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 ( lima ) tahun atau lebih
8)
diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
9)
ditarik keanggotaannya sebagai anggota DPR oleh partai politiknya
10)
melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini
11)
diberhentikan sebagai anggota partai politik berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya,
anggota pimpinan lainnya menetapkan salah seorang di antara pimpinan untuk
melaksanakan tugas pimpinan yang berhenti sampai dengan ditetapkannya pimpinan
yang definitif. Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti, penggantinya
berasal dari partai politik yang sama. Pimpinan DPR diberhentikan sementara
dari jabatannya apabila dinyatakan sebagai terdakwa karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 ( lima ) tahun atau lebih. Dalam
hal pimpinan DPR dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pimpinan DPR
yang bersangkutan melaksanakan kembali tugasnya sebagai pimpinan DPR.
Badan
Musyawarah
Badan Musyawarah (disingkat Bamus) dibentuk oleh DPR dan merupakan
alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan
keanggotaan Badan Musyawarah pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan
tahun sidang. Anggota Badan Musyawarah berjumlah paling banyak 1/10 (satu
persepuluh) dari jumlah anggota DPR berdasarkan perimbangan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi yang ditetapkan oleh rapat paripurna. Pimpinan DPR karena
jabatannya juga sebagai pimpinan Badan Musyawarah.
Tugas
Badan
Musyawarah bertugas:
1)
menetapkan agenda DPR untuk 1 (satu) tahun sidang, 1 (satu) masa persidangan,
atau sebagian dari suatu masa sidang, perkiraan waktu penyelesaian suatu
masalah, dan jangka waktu penyelesaian rancangan undang-undang, dengan tidak
mengurangi kewenangan rapat paripurna untuk mengubahnya
2)
memberikan pendapat kepada pimpinan DPR dalam menentukan garis kebijakan yang
menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPR;
3)
meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan DPR yang lain
untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai pelaksanaan tugas masing-masing
4)
mengatur lebih lanjut penanganan suatu masalah dalam hal undang-undang
mengharuskan Pemerintah atau pihak lainnya melakukan konsultasi dan koordinasi
dengan DPR
5)
menentukan penanganan suatu rancangan undangundang atau pelaksanaan tugas DPR
lainnya oleh alat kelengkapan DPR
6)
mengusulkan kepada rapat paripurna mengenai jumlah komisi, ruang lingkup tugas
komisi, dan mitra kerja komisi yang telah dibahas dalam konsultasi pada awal
masa keanggotaan DPR
7)
melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat paripurna kepada Badan
Musyawarah
Komisi
Komisi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang
bersifat tetap. DPR menetapkan jumlah komisi pada permulaan masa keanggotaan
DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota komisi ditetapkan dalam rapat
paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi
pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.
Pimpinan komisi merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat
kolektif dan kolegial. Pimpinan komisi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan
paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota
komisi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan
keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
Pemilihan pimpinan komisi dalam rapat komisi yang dipimpin oleh pimpinan DPR
setelah penetapan susunan dan keanggotaan komisi.
Tugas
Tugas komisi dalam pembentukan undang-undang adalah mengadakan
persiapan, penyusunan, pembahasan, dan penyempurnaan rancangan undang-undang.
Tugas
komisi di bidang anggaran adalah:
1)
mengadakan pembicaraan pendahuluan mengenai penyusunan rancangan anggaran
pendapatan dan belanja negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya
bersama-sama dengan Pemerintah;
2)
mengadakan pembahasan dan mengajukan usul penyempurnaan rancangan anggaran pendapatan
dan belanja negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama
dengan Pemerintah;
3)
membahas dan menetapkan alokasi anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan
kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerja komisi;
4)
mengadakan pembahasan laporan keuangan negara dan pelaksanaan APBN termasuk
hasil pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya;
5)
menyampaikan hasil pembicaraan pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
dan hasil pembahasan, kepada Badan Anggaran untuksinkronisasi;
6)
menyempurnakan hasil sinkronisasi Badan Anggaran berdasarkan penyampaian usul
komisi; dan
7)
menyerahkan kembali kepada Badan Anggaran hasil pembahasan komisi, untuk bahan
akhir penetapan APBN.
Tugas komisi di bidang pengawasan adalah:
1)
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk APBN, serta
peraturan pelaksanaannya yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya;
2)
membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang
lingkup tugasnya;
3)
melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah; dan
4)
membahas dan menindaklanjuti usulan DPD.
5)
Komisi dalam melaksanakan, dapat mengadakan:
6)
rapat kerja dengan Pemerintah yang diwakili oleh menteri/pimpinan lembaga;
7)
konsultasi dengan DPD;
8)
rapat dengar pendapat dengan pejabat Pemerintah yang mewakili instansinya;
9)
rapat dengar pendapat umum, baik atas permintaan komisi maupun atas permintaan
pihak lain;
10)
rapat kerja dengan menteri atau rapat dengar pendapat dengan pejabat Pemerintah
yang mewakili instansinya yang tidak termasuk dalam ruang lingkup tugasnya
apabila diperlukan; dan/atau
11)
kunjungan kerja.
Komisi menentukan tindak lanjut hasil pelaksanaan tugas komisi. Keputusan
dan/atau kesimpulan hasil rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi
bersifat mengikat antara DPR dan Pemerintah. Komisi membuat laporan kinerja
pada akhir masa keanggotaan DPR, baik yang sudah maupun yang belum
terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi pada masa
keanggotaan berikutnya. Komisi menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan
tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Badan
Urusan Rumah Tangga.
Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh
aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di
dalam komisi. Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah
satu komisi. Pada umumnya, pengisian keanggotan komisi terkait erat dengan latar
belakang keilmuan atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok
yang digeluti oleh komisi.
Pada
periode 2009-2014, DPR mempunyai 11 komisi dengan ruang lingkup tugas,
yaitu :
ü
Komisi I,
membidangi pertahanan, luar negeri, dan informasi.
ü
Komisi
II, membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, dan
agraria.
ü
Komisi
III, membidangi hukum dan perundang-undangan, hak asasi manusia, dan keamanan.
ü
Komisi
IV, membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan
pangan.
ü
Komisi V, membidangi perhubungan,
telekomunikasi, pekerjaan umum, perumahan rakyat, pembangunan pedesaan dan
kawasan tertinggal.
ü
Komisi VI, membidangi perdagangan,
perindustrian, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah), dan badan usaha
milik negara.
ü
Komisi
VII, membidangi energi, sumber daya mineral, riset dan teknologi, dan
lingkungan.
ü
Komisi VIII, membidangi agama, sosial dan
pemberdayaan perempuan.
ü
Komisi
IX, membidangi kependudukan, kesehatan, tenaga kerja dan transmigrasi.
ü
Komisi X,
membidangi pendidikan, pemuda, olahraga, pariwisata, kesenian, dan kebudayaan.
ü
Komisi XI, membidangi keuangan, perencanaan
pembangunan nasional, perbankan, dan lembaga keuangan bukan bank.
Badan
Legislasi
Badan Legislasi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan
DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi
pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota
Badan Legislasi
ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah
anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan
tahun sidang.
Pimpinan Badan Legislasi merupakan satu kesatuan pimpinan yang
bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan Badan Legislasi terdiri atas 1 (satu)
orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan
oleh anggota Badan Legislasi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan
proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan
jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan Badan Legislasi dilakukan
dalam rapat Badan Legislasi yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan
susunan dan keanggotaan Badan Legislasi.
Badan
Legislasi bertugas:
1)
menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan dan
prioritas rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 1 (satu) masa
keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPR dengan
mempertimbangkan masukan dari DPD;
2)
mengoordinasi penyusunan program legislasi nasional antara DPR dan Pemerintah;
3)
menyiapkan rancangan undang-undang usul DPR berdasarkan program prioritas yang
telah ditetapkan;
4)
melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan
undang-undang yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD sebelum
rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada pimpinan DPR;
5)
memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang diajukan oleh
anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD di luar prioritas rancangan
undang-undang tahun berjalan atau di luar rancangan undang-undang yang
terdaftar dalam program legislasi nasional;
6)
melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan
undang-undang yang secara khusus ditugaskan oleh Badan Musyawarah;
7)
mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan
rancangan undang-undang melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia
khusus;
8)
memberikan masukan kepada pimpinan DPR atas rancangan undang-undang usul DPD
yang ditugaskan oleh Badan Musyawarah; dan
9)
membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundang-undangan
pada akhir masa keanggotaan DPR untuk dapat digunakan oleh Badan Legislasi pada
masa keanggotaan berikutnya.
Badan Legislasi menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan
tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Badan
Urusan Rumah Tangga.
Badan
Anggaran
Badan Anggaran dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan
DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran
menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada
permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Susunan dan
keanggotaan Badan Anggaran terdiri atas anggota dari tiap-tiap komisi yang
dipilih oleh komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota dan usulan
fraksi.
Pimpinan Badan Anggaran merupakan satu kesatuan pimpinan yang
bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan Badan Anggaran terdiri atas 1 (satu)
orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan
oleh anggota Badan Anggaran berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan
proporsional dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan menurut perimbangan
jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan Badan Anggaran dilakukan
dalam rapat Badan Anggaran yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan
susunan dan keanggotaan Badan Anggaran.
Badan
Anggaran bertugas:
1)
membahas bersama Pemerintah yang diwakili oleh menteri untuk menentukan
pokok-pokok kebijakan fiskal secara umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan
acuan bagi setiap kementerian/lembaga dalam menyusun usulan anggaran;
2)
menetapkan pendapatan negara bersama Pemerintah dengan mengacu pada usulan
komisi terkait;
3)
membahas rancangan undang-undang tentang APBN bersama Presiden yang dapat
diwakili oleh menteri dengan mengacu pada keputusan rapat kerja komisi dan
Pemerintah mengenai alokasi anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan
kementerian/lembaga;
4)
melakukan sinkronisasi terhadap hasil pembahasan di komisi mengenai rencana
kerja dan anggaran kementerian/lembaga;
5)
membahas laporan realisasi dan prognosis yang berkaitan dengan APBN; dan
6)
membahas pokok-pokok penjelasan atas rancangan undang-undang tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
Badan Anggaran hanya membahas alokasi anggaran yang sudah
diputuskan oleh komisi. Anggota komisi dalam Badan Anggaran harus mengupayakan
alokasi anggaran yang diputuskan komisi dan menyampaikan hasil pelaksanaan
tugas.
Badan
Akuntabilitas Keuangan Negara
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (disingkat BAKN), dibentuk
oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan
susunan dan keanggotaan BAKN pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan
tahun sidang. Anggota BAKN berjumlah paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling
banyak 9 (sembilan) orang atas usul fraksi DPR yang ditetapkan dalam rapat
paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.
Pimpinan BAKN merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat
kolektif dan kolegial. Pimpinan BAKN terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 1
(satu) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota BAKN berdasarkan
prinsip musyawarah untuk mufakat dengan memperhatikan keterwakilan perempuan
menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan BAKN
dilakukan dalam rapat BAKN yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan
susunan dan keanggotaan BAKN.
BAKN bertugas:
1)
melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan
kepada DPR;
2)
menyampaikan hasil penelaahan kepada komisi;
3)
menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK
atas permintaan komisi; dan
4)
memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan,
hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan.
Dalam melaksanakan tugas BAKN dapat meminta penjelasan dari BPK,
Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan
usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga
atau badan lain yang mengelola keuangan negara. BAKN dapat mengusulkan kepada
komisi agar BPK melakukan pemeriksaan lanjutan. Hasil kerja disampaikan kepada
pimpinan DPR dalam rapat paripurna secara berkala.
Dalam
melaksanakan tugas, BAKN dapat dibantu oleh akuntan, ahli, analis keuangan,
dan/atau peneliti.
Badan
Kehormatan
Badan Kehormatan dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan
DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan
Kehormatan dengan memperhatikan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun
sidang. Anggota Badan Kehormatan berjumlah 11 (sebelas) orang dan ditetapkan
dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotan DPR dan pada permulaan
tahun sidang.
Pimpinan Badan Kehormatan merupakan satu kesatuan pimpinan yang
bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan Badan Kehormatan terdiri atas 1 (satu)
orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota
Badan Kehormatan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional
dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan Badan Kehormatan dilakukan dalam rapat
Badan Kehormatan yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan
keanggotaan Badan Kehormatan.
Badan
Kehormatan bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan
terhadap anggota karena:
1)
tidak melaksanakan kewajiban;
2)
tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap
sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa
pun;
3)
tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPR yang
menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa
alasan yang sah;
4)
tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan
DPRD; dan/atau
5)
melanggar ketentuan larangan.
Selain tugas tersebut diatas, Badan Kehormatan melakukan evaluasi
dan penyempurnaan peraturan DPR tentang kode etik DPR. Badan Kehormatan
berwenang memanggil pihak terkait dan melakukan kerja sama dengan lembaga lain.
Badan Kehormatan membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan.
Badan
Kerja Sama Antar-Parlemen
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, yang selanjutnya disingkat BKSAP,
dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR
menetapkan susunan dan keanggotaan BKSAP pada permulaan masa keanggotaan DPR
dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam rapat
paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi
pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.
Pimpinan BKSAP merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat
kolektif dan kolegial.P impinan BKSAP terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan
paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota
BKSAP berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan
memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan BKSAP dilakukan dalam rapat BKSAP yang
dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan BKSAP.
BKSAP
bertugas:
1)
membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerja sama
antara DPR dan parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral,
termasuk organisasi internasional yang menghimpun parlemen dan/atau anggota
parlemen negara lain;
2)
menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu DPR;
3)
mengoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPR ke luar negeri; dan
4)
memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPR tentang masalah kerja sama
antarparlemen.
BKSAP membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan baik
yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan
oleh BKSAP pada masa keanggotaan berikutnya.
Badan
Urusan Rumah Tangga
Badan Urusan Rumah Tangga (disingkat BURT), dibentuk oleh DPR dan
merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan
keanggotaan BURT pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun
sidang. Jumlah anggota BURT ditetapkan dalam rapat paripurna menurut
perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.
Pimpinan BURT merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat
kolektif dan kolegial. Pimpinan BURT terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang
dijabat oleh Ketua DPR dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang
dipilih dari dan oleh anggota BURT berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat
dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut
perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan BURT
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat BURT yang dipimpin
oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan BURT.
BURT
bertugas:
1)
menetapkan kebijakan kerumahtanggaan DPR;
2)
melakukan pengawasan terhadap Sekretariat Jenderal DPR dalam pelaksanaan
kebijakan kerumahtanggaan DPR sebagaimana dimaksud dalam huruf a, termasuk
pelaksanaan dan pengelolaan anggaran DPR;
3)
melakukan koordinasi dengan alat kelengkapan DPD dan alat kelengkapan MPR yang
berhubungan dengan masalah kerumahtanggaan DPR, DPD, dan MPR yang ditugaskan
oleh pimpinan DPR berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah;
4)
menyampaikan hasil keputusan dan kebijakan BURT kepada setiap anggota DPR; dan
5)
menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPR yang khusus diadakan
untuk itu.
Panitia
Khusus
Panitia khusus dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan
DPR yang bersifat sementara. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan panitia
khusus berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
Jumlah anggota panitia khusus ditetapkan oleh rapat paripurna paling banyak 30
(tiga puluh) orang.
Pimpinan panitia khusus merupakan satu kesatuan pimpinan yang
bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan panitia khusus terdiri atas 1 (satu)
orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan
oleh anggota panitia khusus berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan
proporsional dengan memperhatikan jumlah panitia khusus yang ada serta
keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
Pemilihan pimpinan panitia khusus sebagaimana dilakukan dalam rapat panitia
khusus yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan
keanggotaan panitia khusus.
Panitia khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka
waktu tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna. Panitia khusus bertanggung
jawab kepada DPR. Panitia khusus dibubarkan oleh DPR setelah jangka waktu
penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai. Rapat paripurna
menetapkan tindak lanjut hasil kerja panitia khusus.
Sekretariat
Jenderal
Sekretariat Jenderal DPR-RI merupakan unsur penunjang DPR, yang
berkedududukan sebagai Kesekretariatan Lembaga Negara yang dipimpin oleh
seorang Sekretaris Jenderal dan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab
kepada Pimpinan DPR. Sekretaris Jenderal diangkat dan diberhentikan dengan
Keputusan Presiden atas usul Pimpinan DPR. Sekretariat Jenderal DPR RI
personelnya terdiri atas Pegawai Negeri
Sipil. Susunan organisasi dan
tata kerja Sekretaris Jenderal ditetapkan dengan keputusan Presiden.
Sekretaris Jenderal dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris Jenderal
dan beberapa Deputi Sekretaris Jenderal yang diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas usul Pimpinan DPR..
DPR dapat mengangkat sejumlah pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan,
dan dalam melaksanakan tugasnya Sekretariat Jenderal dapat membentuk Tim
Asistensi.
B.
Perbedaan Tugas dan Wewenang DPR Sebelum dan Sesudah Amandemen
- Sebelum Amandemen
Presiden tidak dapat membubarkan DPR yang
anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum secara berkala
lima tahun sekali. Meskipun demikian, Presiden tidak bertanggung jawab kepada
DPR.
Wewenang DPR
a) Memberikan persetujuan atas RUU
yang diusulkan presiden.
b) Memberikan persetujuan atas
PERPU.
c) Memberikan persetujuan atas
Anggaran.
d) Meminta MPR untuk mengadakan
sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban presiden.
e) Tidak disebutkan bahwa DPR berwenang
memilih anggota-anggota BPK dan tiga hakim pada Mahkamah Konstitusi.
- Sesudah Amandemen
Setelah amandemen, Kedudukan DPR diperkuat
sebagai lembaga legislatif dan fungsi serta wewenangnya lebih diperjelas
seperti adanya peran DPR dalam pemberhentian presiden, persetujuan DPR atas
beberapa kebijakan presiden, dan lain sebagainya.
Wewenang DPR
1) Membentuk Undang-Undang yang
dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
2) Membahas dan memberikan
persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
3) Menerima dan membahas usulan RUU
yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya
dalam pembahasan
4) Menetapkan APBN bersama Presiden
dengan memperhatikan pertimbangan DPD
5) Melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tentang permasalahan
diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Presiden tidak dapat
membubarkan DPR yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat melalui pemilihan
umum secara berkala lima tahun sekali. Meskipun demikian, Presiden tidak
bertanggung jawab kepada DPR.
Wewenang DPR setelah adanya Amandemen antara lain:
1) Memberikan persetujuan atas RUU
yang diusulkan presiden.
2) Memberikan persetujuan atas
PERPU.
3) Memberikan persetujuan atas
Anggaran.
4) Meminta MPR untuk mengadakan
sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban presiden.
5) Tidak disebutkan bahwa DPR
berwenang memilih anggota-anggota BPK dan tiga hakim pada Mahkamah Konstitusi.
Fungsi
Pasal 69
(1) DPR mempunyai fungsi:
a. legislasi;
b. anggaran; dan
c. pengawasan.
(2) Ketiga fungsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dijalankan dalam kerangka
representasi rakyat.
Pasal 70
(1) Fungsi legislasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69
ayat (1) huruf a dilaksanakan
sebagai perwujudan DPR
selaku pemegang kekuasaan
membentuk undangundang.
(2) Fungsi anggaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69
ayat (1) huruf b dilaksanakan
untuk membahas dan
memberikan persetujuan atau tidak
memberikan
persetujuan terhadap rancangan
undang-undang tentang
APBN yang diajukan oleh Presiden.
(3) Fungsi pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 69 ayat (1) huruf c
dilaksanakan melalui
pengawasan atas pelaksanaan undang-undang
dan APBN.
ARTIKELNYA ENAK DIBACA GAN...
BalasHapus